Minggu, 26 September 2010

”Penegakan hukum setengah hati “

Kita masih ingat bagaimana latar belakang presiden mengeluarkan Keppres tentang pembentukan satgas mafia hukum tiada lain karena fungsi pengawasan lembaga-lembaga penegak hukum diangap belum menunjukkan kinerja yang optimal, hal tersebut masih di tambah dengan adanya krisis kepercayaan publik terhadap lembaga - lembaga penegak hukum yang diakibatkan oleh perilaku aparat penegak hukum yang secara kasat mata mempertontonkan tindakan –tindakan yang tidak profersional dengan bentuk arogansi dan kekuasaan serta penyalahgunaan kekuasaan dalam proses penegakan hukum.


Ada tiga hal penting dalam penegakan hukum yakni adanya system hukum yang baik, kelembagaan penegak hukum yang berwibawa, dan yang terakhir adalah budaya hukum yang mendukung , jadi hukum itu dapat tegak bukan semata karena ada manusia penegak hukum, melainkan juga karena ketiga hal tersebut oleh karenanya pembentukan forum kordinasi dan konsultasi aparat penegak hukum oleh presiden di istana negara dengan istilah “ Forum Mahkumjakpol “ yang merupakan forum kordinasi antara Mahkamah Agung Menteri Hukum dan Ham, Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI ternyata banyak penggiat penegak hukum sangat tidak setuju dan dianggap sebagai bentuk pengulangan forum serupa di jaman orde baru, yang katanya banyak disalahgunakan sebagai sarana koordinasi melemahkan penegak hukum, apa iya ???, tetapi penulis melihatnya bukan dari sudut pandang demikian , melainkan berasumsi bahwa forum Mahkumjakpol tersebut adalah merupakan salah satu bentuk upaya penegakan hukum setengah hati, kenapa demikian ???


Selain karena sudah banyak lembaga – lembaga atau forum – forum atau apapun namanya yang dibentuk oleh presiden bersifat ad hock tidak berjalan efektif, bahkan berkesan tumpang tindih dengan lembaga formal yang sudah ada belum lagi dalam aplikasinya terkadang menjalankan tugas diluar dari wewenang dan tangung jawabnya “ yang sebenarnya secara ketatanegaraan bisa disebut penyalahgunaan wewenang” , tetapi karena dibentuk oleh presiden maka lembaga formal dan konvensional yang dibentuk atas dasar UU pun tidak dapat berbuat banyak.

Kembali pada soal kenapa penulis menyebutnya sebagai bentuk penegak hukum setengah hati ? pertama, karena pembentukan tersebut tidak didasari oleh peraturan perundangan dan juga karena tidak melibatkan semua aparat penegak hukum secara utuh, kedua ternyata dalam forum tersebut terdapat lembaga yang bukan sebagai lembaga penegak hukum, yakni tidak ada yang satu Undang – Undang pun yang dapat menjawab apakah Menteri Hukum dan Ham adalah penegak hukum, karena setahu penulis menteri hukum dan ham hanya kementerian administrative yang bertugas mengkoordinasikan dan mengawasi kinerja lembaga pemasyarakatan dan imigrasi bea cukai Duane , sehingga bukan lembaga penegak hukum melainkan kementerian yang merupakan bagian dari eksekutif dan tidak menjalankan fungsi yudikatif, ketiga kedudukan MA sebagai ujung tombak penegak hukum dan keadilan yang dalam struktur ketatanegaraan berkedudukan setara dengan presiden sebagai lembaga tinggi negara, adalah tidak etis jika masuk dalam suatu forum yang dibentuk oleh presiden, sedangkan untuk kepolisian RI dengan UU No.2 tahun 2002 dalam pasal 2 jelas menyebut sebagai lembaga pemerintah yang menjalankan kekuasaan negara dibidang penuntutan dan menjalankan putusan pengadilan dan itu diartikan sebagai melaksanakan penegak hukum dan keadilan, sehingga kepolisian dan kejaksaan adalah merupakan penegak hukum yang secara tradisional harus ada dalam suatu negara, sebab tidak ada negara tanpa polisi, jaksa,hakim dan lawyer dalam system penegak hukumnya, memang ada beberapa negara yang tidak mempunyai tentara tetapi penegak hukum internal tidak boleh dikesampingkan harus ada, demi terciptanya ketertiban umum dan ketentraman dalam masyarakatnya.

Penulis mengatakan pemerintah menerapkan penegak hukum dengan setengah hati, karena dalam melaksanakan system hukum dinegara manapun ada fungsi dan peran lawyer, yang di Indonesia dinamakan Advokat, tapi di republik ini ternyata peran Advokat masih dipandang sebelah mata atau jika tidak dapat dikatakan sebagai pelengkap penegak hukum, yang fungsinya akan digunakan jika dapat dikoordinasikan atau “ diatur” sedemikian rupa, dan jika tidak dapat diatur maka akan disingkirkan sehingga dalam suatu forum seminar Otto Hasibuan selaku Ketua Umum PERADI selaku berhimpunnya Organisasi Advokat Indonesia, pernah mengatakan “ bahwa penegak hukum hanyalah mimpi jika sang Advokat tidak dilibatkan dalam setiap membicarakan proses penegakan hukum di Indonesia “, dan pendapat tersebut keliru,sebab dalam criminal justice system, peran Advokat harus ada dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses penegakan hukum,

apalagi dalam pasal 5 UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat, disebut bahwa advokat adalah penegak hukum, jadi dengan tidak dilibatkannya penegak hukum yang bernama Advokat dalam rangka proses penegak hukum di Indonesia, apalagi mengesampingkan keberadaannya adalah merupakan penegakan hukum yang tidak sunguh – sunguh atau setengah hati, apalagi jika dilihat dari putusan Mahkamah Konstitusi No.014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006 tegas dalam pertimbangan hukumnya menyebut bahwa advokat yang merupakan wadah perhimpunan para Advokat adalah merupakan “ organ negara “(staat organ ) dalam arti luas yang bersifat mandiri ( independent state organ ) yang juga melaksanakan fungsi negara dibidang penegak hukum jadi tidak berlebihan pula jika Advokat disebut sebagai pejabat negara penegak hukum.


Sehingga sekali lagi dengan tidak dilibatkannya organisasi profesi advokat dalam forum – forum yang menamakan diri forum penegak hukum adalah merupakan forum yang tidak efektif setengah hati, hal itu terlepas dari soal suka atau tidak suka aparat pemerintah terhadap kinerja profesi advokat tetapi UU mengatakan demikian.


Forum top Executive For Governance, yang belum lama diselenggarakan di Nusa Dua – Bali oleh komite Nasional kebijakan Governance ( KNKG ) dan RSM AJJ Associates telah menegaskan, bahwa tata kelola usaha yang baik good governance akan sulit terwujud jika penegakan hukum belum berjalan efektif sedangkan kita bahwa tata kelola usaha dan berjalannya pemerintahan yang baik adalah salah satu syarat bagi proses demokrasi suatu bangsa, selain itu penegakan hukum merupakan landasan atau dasar penerapan tata kelola usaha dan pemerintahan yang baik,karena aturan menjadi tidak ada artinya jika tidak diterapkan dan di enforce secara konsisten, bahkan akan menimbulkan Moral Hazard jika tidak ada konsistensi terhadap law enforement, karena penyelenggara negara akan tergoda untuk melakukan Unethical Conduct karena tidak takut terhadap ancaman hukuman, karena hukum bisa dipermainkan bahkan diperdagangkan, oleh karenanya pemulihan birokrasi pemerintahan melalui penerapan good governance adalah merupakan hal yang paling utama, sebab dengan kata kelola yang baik akan terciptanya pemerintahan yang baik, akuntabel, kredibel dan efektif.semoga !!!


Matroji Dian Swara