Kamis, 27 Januari 2011

Vonis Hakim Abaikan Fakta Persidangan

Rabu 19 Januari 2011 lalu diruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terasa memanas puluhan pasang mata menyaksikan sidang vonis Haposan Hutagalung ketua majelis hakim Tahsin membacakan vonis bagi sang Advokat Haposan Hutagalung.
.

Nasi sudah menjadi bubur perjuangan Haposan Hutagalung dan tim penasihat hukum selama berbulan-bulan akhirnya dibacakan vonis pada hari Rabu 19 Januari 2011 lalu, hakim tahsin membacakan putusannya dengan di saksikan puluhan pasang mata yang memenuhi ruang sidang utama di Pengadilan Negeri.Jakarta Selatan.

Bahwa putusan Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang memutuskan Terdakwa Haposan Hutagalung terbukti bersalah melanggar Dakwaan Kesatu Subsider yakni Pasal 22 jo Pasal 28 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (“UU No. 31 / 1999”) jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU No. 20 / 2001”) sangatlah tidak tepat karena Terdakwa Haposan Hutagalung tidak mengetahui tentang adanya perjanjian kerjasama antara Andi Kosasih dengan Gayus Tambunan, kecuali Terdakwa Haposan Hutagalung hanya memperkenalkan dan mempertemukan Andi Kosasih dengan Gayus Tambunan. Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut.
Kami Tim Penasihat Hukum merasa aneh karena pasal tersebut adalah ditujukan kepada tersangka dalam hal ini Gayus Tambunan, namun kok diterapkan kepada Terdakwa Haposan Hutagalung selaku Penasihat Hukum Gayus Tambunan pada saat itu. Selain itu Majelis Hakim dalam putusannya sama sekali tidak mempertimbangkan kedudukan Terdakwa Haposan Hutagalung selaku Advokat.

Bahwa demikian juga dalam putusannya, Majelis Hakim memutuskan Terdakwa Haposan Hutagalung terbukti bersalah melanggar Dakwaan Ketiga Subsidair yakni Pasal 13 UU No. 31 / 1999 jo UU No. 20 / 2001. Bahwa mengenai pemberian uang sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) kepada Susno Duadji, Majelis Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan tentang keadaan atau situasi Terdakwa Haposan Hutagalung yang menangani perkara yang sudah lebih 1 (satu) tahun tidak berjalan dan Terdakwa Haposan Hutagalung mencoba menemui Kabareskrim Susno Duadji bersama Sjahril Djohan, namun kemudian Sjahril Djohan menyampaikan kepada Terdakwa Haposan Hutagalung bahwa Susno Duadji menyatakan “perkara besar kok kosong-kosong bae” dimana awalnya tidak direspon oleh Terdakwa Haposan Hutagalung, namun karena berulang kali Sjahril Djohan meminta kepada Terdakwa Haposan Hutagalung, maka dengan keadaan terpaksa Terdakwa Haposan Hutagalung memberi. Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan posisi Terdakwa Haposan Hutagalung, dimana sejak awal Terdakwa Haposan Hutagalung tidak ada niat untuk memberi hadiah berupa uang, namun Majelis Hakim semata-mata hanya melihat terjadinya pemberian yang dikategorikan sebagai hadiah. Seyogyanya Majelis Hakim lebih bijaksana mempertimbangkan tentang tidak adanya niat dan tentang makna hadiah, karena “hadiah” bukanlah atas permintaan, jadi pasal tersebut tidak tepat dikenakan kepada Terdakwa Haposan Hutagalung.

Bahwa Majelis Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan mengenai saksi mahkota sebagaimana yang diuraikan Tim Penasihat Hukum Terdakwa Haposan Hutagalung dalam Pleidoinya, dimana dalam suatu peristiwa pidana didakwakan terhadap beberapa orang, namun perkaranya displit atau dipisah-pisah dan masing-masing terdakwa menjadi saksi di perkara tersebut. Hal tersebut bertentangan dengan Yurisprudensi dan Hak Asasi Manusia, tapi tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim. Kami kecewa atas putusan tersebut dan Terdakwa Haposan Hutagalung beserta Tim Penasihat Hukum mengajukan banding. “Saya akan banding,” ujar Haposan. Lanjut John. apa yang dilakukannya semata-mata merupakan tugas seorang aAdvokat yang membantu kliennya. “itu kan tugasnya seorang advokat,” kata John SE Panggabean, kuasa hukum Haposan.
John mencontohkan, putusan bahwa ada perjanjian antara Gayus dan Andi Kosasih tidak dilandasi fakta materiil yang kuat, terbukti dari tidak adanya bukti surat perjanjian yang asli. kliennya tidak ada sangkut pautnya dengan seluruh harta yang dimiliki Gayus Tambunan bekas klien Haposan. Mengenai vonis yang sama dengan vonis Gayus 7 tahun, John menilai Haposan mendapatkan vonis yang memberatkan karena tidak sesuai dengan perbuatannya, putusan hakim tidak didasarkan pada fakta yang tersaji di persidangan. “Sangat memberatkan,” ujar John S.E.Panggabean.
Menurut Hendrik Jehaman. Salah satu tim kuasa hukum Haposan bahwa Hakim menyatakan tentang pemberian uang, para saksi dalam memberikan keterangan di persidangan menyatakan tidak ada menerima sesuatu dari Terdakwa Haposan Hutagalung dan para saksi mencabut keterangannya dalam BAP pada tingkat penyidikan karena merasa ditekan.Lanjut Hendrik, namun dalam pertimbangan hukum putusan Majelis Hakim tidak menerima pencabutan keterangan para saksi dalam persidangan tersebut karena tidak didasarkan keterangan ahli psikolog tentang adanya tekanan psikis. Pertimbangan Majelis Hakim tersebut adalah merupakan suatu keanehan karena saat persidangan justru Majelis Hakim tidak pernah meminta tentang ahli psikolog untuk mengcounter keterangan saksi-saksi yang mencabut BAP dan kami beranggapan Majelis Hakim telah melanggar prinsip hukum keterangan saksi yang didengar dipersidanganlah yang sah yang dapat dijadikan dasar pertimbangan Hakim sesuai Pasal 185 KUHAP jo Pasal 163 KUHAP.
Atas vonis yang dijatuhkan oleh kliennya Haposan Hutagalung Hendrik Jehaman menyatakan bahwa “Hakim tidak feer dalam memvonis kliennya Haposan dan jika di lihat dari serangkaian fakta persidangan hakim mengabaikan semua fakta tersebut karena pertimbangan hakim bukan lagi pada fakta hukum melainkan opini yang berkembang selama ini.Karena ini hukum pidana hakim tidak boleh keluar dari aturan-aturan hukum positif karena itu hakim melanggar Undang-Undang” ujarnya geram.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar