Rabu, 16 Maret 2011

Litigator Muda Kesayangan OC. Kaligis

Riezhkie Marhaendra, S.H.

Litigator Muda Kesayangan OC. Kaligis


Di balik sosoknya yang low profile dan berkat kepiawaiannya dalam mengelola berbagai macam perkara besar Riezhkie Marhaendra menjadi Litigator Muda Kesayangan OC. Kaligis yang dipercaya dalam menjalankan tugasnya sebagai Advokat muda belia.


Berusia 26 tahun, pemuda penuh semangat, optimisme, ambisi, ulet, dan pekerja keras ini mampu bertahan di tengah kerasnya kehidupan sebagai seorang Advokat di Ibu Kota Jakarta. Perjalanan getir dan pahitnya kehidupan sering ia rasakan dan tak mudah baginya menjadi seperti saat sekarang ini. Hanya bermodalkan tekad dan mimpi ingin menjadi Advokat sukses seperti seorang Prof. DR. (Jur) O.C. Kaligis.

Berangkat dari sebuah salah satu kampung di Yogyakarta, ia dibesarkan dan belajar menimba ilmu dari sebuah keluarga yang sederhana. Dengan penuh keyakinan Riezhkie memberanikan diri pergi merantau ke Jakarta dengan bermodalkan tekad dan ilmu yang selama ini ia pelajari.

“Karena saya orang dari kampung dan banyak kami dari kampung mimpi ingin menjadi seorang Advokat, saya orang yang tidak punya secara finansial, lulus sekolah pun syukur alhamdulillah, suatu kehormatan bagi keluarga saya dikampung menjadi seorang Advokat” ujar Riezhkie Marhaendra bersyukur.

Pahit dan getirnya kehidupan di Jakarta pun sering ia rasakan. Akhirnya tercapai mimpinya bekerja sebagai seorang Advokat dikantor Otto Cornelis Kaligis & Associates yang membesarkan namanya kini dan menjadi buah bibir.
Berbicara mengenai penegakan hukum, Riezhkie Marhaendra punya pendapat tersendiri. Baginya penegakkan hukum tidak akan bisa ditegakkan tanpa menegakan aturan hukum itu sendiri. Faktanya sekarang penegakan hukum dilakukan tanpa menegakan aturan hukum itu sendiri. Sehingga banyak perkara yang tidak layak naik kepersidangan atau perkara yang seharusnya diputus bebas dengan mempertimbangkan fakta-fakta persidangan dan bukti-bukti yang kuat, tetapi tidak dilakukan.
Pengadilan tidak memandang aturan hukum sebagai yang utama, ambil contoh perkara yang disidangkan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tidak ada satupun perkara yang diputus bebas meskipun fakta yang terungkap dipersidangan diserta alat bukti yang diajukan menyatakan bahwa perkara terkait layak diputus bebas oleh Majelis Hakim. Bahkan terjadi dalam suatu perkara dimana dakwaan berisi tentang suatu perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama, ternyata sampai putusan inkracht van gewisjde keturutsertaan pelaku lainnya tidak diungkap.

Baginya perkembangan penegakan hukum saat ini adalah penegakan hukum yang didasarkan kepada politik hukum suatu “kepentingan” daripada penegakan hukum yang didasarkan kepada aturan hukum itu sendiri. Seperti perkara nasabah Bank Century, Anggodo Widjojo, Deponeering Bibit-Chandra, Ariel Peterpan, dan Bahasyim Assifie dimana opini publik telah dianggap sebagai suatu aturan hukum melebihi aturan hukumnya itu sendiri.

Sebagaimana yang diajarkan Prof. DR. (Jur) O.C. Kaligis kepadanya, Riezhkie menuturkan “bahwa penegakan hukum haruslah dilakukan dengan memperhatikan moral, etika, integritas dalam diri penegak hukum, transparansi administrasi pengadilan, dan pengawasan yang objektif.”

Mengenai Profesinya sebagai seorang Advokat, Riezhkie mengatakan “Saya selalu mengagungkan pemikiran guru saya Prof. DR. (Jur) O.C. Kaligis bahwa seorang Advokat harus menjalankan profesinya dengan berpegang teguh terhadap Undang-Undang dan kode etiknya. Era modern ini, Advokat di Indonesia seharusnya dapat bersatu melebihi organisasi profesi lain yang ada, bahkan Undang-Undangnya sudah ada. Mengapa harus timbul perpecahan organisasi Advokat yang didasarkan ego semata, sebab yang menjadi korban adalah kami yang muda-muda.”

Lebih jauh Riezhkie mengatakan timbulnya persepsi dimasyarakat bahwa profesi Advokat merupakan profesi brengsek yang penghasilannya tidak halal akibat ulah dari Advokat itu sendiri yang menjalankan profesi terhormat ini tanpa moral, integritas, dan tidak memaknai secara yuridis maupun filosofis. Seharusnya ketika seorang sarjana hukum memutuskan untuk menjadi seorang Advokat, dia harus betul-betul memahami profesi terhormat tersebut baik secara yuridis maupun filosofis. Sehingga dalam menjalankan profesi terhormat tersebut, apapun yang dihadapi dan dilakukan seorang Advokat dapat memaknai batasan-batasannya.

Mengenai perpecahan pada organisasi Advokat, Riezhkie berpendapat bahwa selayaknya Pemerintah sedikit ikut campur terlepas dari Undang-Undang Advokat itu sendiri sudah ada. Sebab saat sekarang ini belum ada tokoh seorang Advokat kharismatik pemersatu, sehingga sampai kapanpun perpecahan organisasi Advokat tetap saja akan muncul.

Berawal Dari Buku Biografi
Prof. DR. (Jur) O.C. Kaligis, seorang Advokat flamboyan dimana tak ada seorangpun di Indonesia yang tak mengenal namanya. Bahkan namanya pun harum hingga ke mancanegara. Prof. DR. (Jur) O.C. Kaligis adalah ikon tersendiri dalam dunia Advokat Indonesia. Banyak yang mengagumi kepiawaiannya dalam menangani perkara, bahkan terkadang banyak yang berpendapat ia sebagai Advokat adalah sosok yang kontroversial.
Tidak terkecuali seorang pemuda kampung seperti Riezhkie Marhaendra, kekagumannya terhadap sosok Prof. DR. (Jur) O.C. Kaligis membuatnya mengidolakan manusia sejuta perkara tersebut.

Berawal dari buku biografi Prof. DR. (Jur) O.C. Kaligis berjudulkan “Manusia Sejuta Perkara” yang dibacanya, Riezhkie kemudian sangat mengagumi dan mengidolakan bahkan bermimpi ingin menjadi seorang Advokat sukses seperti Kaligis. Sampai-sampai ketika terjadi gempa dahsyat di Yogyakarta pada tahun 2006 yang lalu, buku biografi tersebut ia selamatkan dari reruntuhan tanpa memikirkan nyawanya sendiri. “Kejadiannya begitu cepat, waktu itu dirumah saya sendirian dan hanya buku itu yang terpikirkan oleh saya.” kenang Riezhkie yang memiliki hobi berburu dan naik gunung.

“Pak Kaligis menjadi motivasi hidup saya selama ini dalam menjalankan profesi Advokat dan bertahan hidup di Jakarta. Karena bagi saya Bapak adalah sumber inspirasi saya.”
Setelah melalui perjuangan semasa kuliah yang melelahkan, akhirnya impian Riezhkie Marhaendra si pemuda kampung tercapai dimana ia dapat bekerja sebagai Advokat pada Kantor Hukum Otto CornelisKaligis & Associates. Bahkan beberapa perkara fenomenal di negeri ini ikut ditanganinya secara langsung atas kepercayaan idolanya itu. Diantaranya seperti perkara Marubeni Corporation melawan PT. Sweet Indo Lampung dimana perdebatan sengit Riezhkie melawan Hotman Paris Hutapea menjadi buah bibir di Mahkamah Agung, perkara Anggodo Widjojo dimana setiap pengunjung sidang menilai aksi-aksinya dengan berpendapat telah lahir penerus Kaligis, Ariel Peterpan yang keterangannya diberbagai media mengungkap fakta persidangan pemeriksaan terdakwa menciptakan suatu opini publik yang bersimpati terhadap Ariel, serta dipercaya sebagai Ketua Tim Penasihat Hukum dalam perkara mafia pajak Bahasyim Assifie.
“Bagi saya yang dibela itu bukan orangnya, tapi aspek hukumnya dan itulah fungsi kami sebagai Advokat dalam sebuah sistem penegakan hukum di negeri ini. Itu yang saya pelajari betul-betul dari Bapak, karena bagi saya seorang Prof. DR. (Jur) O.C. Kaligis bukan hanya sebagai boss tapi merupakan seorang guru dalam sisi keilmuan, kehidupan, dan profesi. Tanpa bimbingan dan kepercayaan beliau, saya tidak akan mencapai seperti sekarang” tutur Riezhkie Marhaendra.

Matroji Dian Swara

1 komentar: