Senin, 09 Mei 2011

Perselisihan Kepentingan Para Pekerja Dan Penyelesaiannya

Perselisihan Kepentingan Para Pekerja Dan Penyelesaiannya

Akhir – akhir ini sering kita ketahui bahwa sering sekali terjadi perselisihan di sekitar pekerja dimana perselisihan yang terjadi sering sekali terjadi dalam dan dalam satu perusahaan, hal yang berkaitan dengan perselisihan itu sendiri dapat menyebabkan adanya kepentingan – kepentingan yang tidak terpenuhi antara pekerja dan perusahaan. Dalam hal ini saya sebagai penulis akan membahas beberapa perselisihan yang acapkali sering terjadi dalam perusahaan.
Perselisihan kepentingan yaitu perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan perubahan syarat-syarat kerja yang ditempatkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau PKB (Pasal 1 butir 3 UUPPHI). Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957, tidak ada pembedaan bentuk-bentuk perselisihan, semua perbedaan yang terjadi mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja atau keadaan perburuan dapat diperselisihan dengan prosedur yang sana.
Yang dibatasi hanya pihak yang mewakili pekerja dalam berselisih. Hanya SP, yang dapat menjadi pihak dalam perselisihan perbuatan. Perselisihan yang dapat dilakukan oleh sekelompok pekerja pernah berlaku berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951.
Materi yang dapat menjadi pokok perselisihan kepentingan adalah hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan, pembaharuan, perbuatan perjanjian kerja, PP, atau PKB atau dengan kata lain, hal-hal yang semata-mata berkaitan dengan hukum perjanjian, utamannya mengenai pengaturan syarat-syarat kerja, yaitu semua hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang belum diatur dalam perundang-undangan (Penjelasan Pasal 111 ayat (1) huruf c UUKK). Dengan demikian, perselisihan kepentingan intisarinya adalah perselisihan mengenai hukum otonom, berupa pembuatan, perubahan atau pembaharuan perjanjian di antara para pihak, baik mengenai: 1) perjanjian kerja, 2) peraturan perusahaan (PP), atau 3) perjanjian kerja bersama (PKB).

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja, yang dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Perselisihan kepentingan mengenai perjanjian kerja mungkin terjadi, dalam membuat perjanjian kerja secara tertulis atau agar perjanjian tertulisnya memenuhi syarat seperti yang ditentukan oleh Undang-undang. Untuk pekerjaan waktu tertentu seperti, antar kerja antardaerah, antarkerja antarnegera, dan perjanjian kerja laut, wajib dibuat perjanjian kerja tertulis. Dalam pembuatannya dipersyaratkan dilakukan atas dasar: a) kesepakatan kedua belah pihak, b) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan dimaksud, apabila berkaitan dengan kemampuan dan kecakapan para pihak yang membuatnya, dimana para pihak tidak mampu atau tidak cukup untuk membuatperjanjian, perjanjian itu dapat dibatalkan, misalnya bagi tenaga kerja anak, perjanjian kerjanya tidak ditandatangani oleh orang tua atau walinya. Untuk perjanjian kerja yang bertentangan mengenai obyeknya, perjanjian kerja dimaksud batal demi hukum. Misalnya perjanjian kerja yang dibuat bertentangan dengan PP atau PKB, atau isi perjanjian kerja baik kualitas maupun kualitasnya lebih rendah dari PP atau PKB di perusahaan yang bersangkutan.
Dapat pula terjadi perselisihan kepentingan dalam pembuatan atau perubahan perjanjian kerja, karena perjanjian kerja yang dibuat, tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku, misalnya salah satu syarat formalnya tidak dipenuhi yang sekurang-kurangnya menurut: a) nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha, b) nama, jenis kelamin, umur, dan alat pekerja, c) jabatan atau jenis pekerja, d) tempat pekerjaan, e) besarnya upah dan cara pembayarannya, f) syarat-syarat kerja yang membuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja, g) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja, h) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan i) tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Suatu perjanjian kerja yang tidak dibuat dalam rangka dua, yang seharusnya masing-masing pihak mendapat satu helai, dengan kekuatan hukum yang sama, oleh salah satu dapat menjadi dasar gugatan dalam perselisihan kepentingan. Menuntut agar segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha (Pasal 53 UUKK).
Serikat buruh guna menghindarkan tanggung jawabnya membubarkan diri tanpa dilakukan: a) oleh anggota menurut AD/ART, b) karena perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya yang mengakibatkan PHK bagi pengusaha terhadap pekerja diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan/atau c) bukan karena dinyatakan dengan keputusan pengadilan. Hal itu juga dapat digugat oleh serikat buruh lainnya, karena merugikan perjuangan serikat buruh.
Adapun cara penyelesaian perselisihan itu sendiri sangat minim secara teknis, penulis disini menyajikan berapa pentingnya dalam menyelesaikan perselisihan menurut undang – undang itu sendiri dan bagaimana penyelesaiannya. Dalam hal ini penulis beberapa kali bersidang di Pengadilan Hubungan Industrial melihat ada beberapa materi pokok dalam Undang – Undang yang mana pelaksanaanya sangat minim dan kurang relevan.

Secara teoritis, penyelesaian perselisihan hubungan industrial memang mudah untuk dipelajari. Kita dapat belajar langsung dari sumbernya yakni Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Selain itu, saat ini juga telah banyak buku yang terbit untuk menerjemahkan UU PPHI. Namun, tanpa pemahaman yang memadai tentang teknis penyelesaian perselisihan itu, penulis kira banyak dari kita yang akan kebingungan ketika menghadapi kasus di lapangan dan bingung harus mengupayakan seperti apa penyelesaian yang layak dilapangan itu sendiri.

Ada baiknya dalam menyelesaikan perselisihan dalam ketenagakerjaan diupayakan terlebih dahulu secara musyawarah untuk mufakat dan adanya jalan keluar dari masalah itu sendiri.

Jika musyawarah yang dilakukan mencapai kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak. Setelah itu kemudian didaftarkan atau disyahkan ke pengadilan hubungan industrial (PHI).

Sebagaimana tertera dalam UU Nomor 2 Tahun 2004, terdapat 2 (dua) cara penyelesaian perselisihan yakni, a) penyelesaian di luar pengadilan dan b) penyelesaian di pengadilan hubungan industrial (PHI). Teknis penyelesaian perselisihan di luar pengadilan dapat dilakukan melalui 4 (empat) cara yakni, a) melalui perundingan bipartit, b) melalui mediasi, c) melalui konsiliasi, dan d) melalui arbitrase. Sedangkan penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial (PHI) dapat dilakukan apabila penyelesaian di luar pengadilan tidak menemukan titik temu. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana teknis penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebagaimana pengalaman penulis.

Dalam kesempatan ini Penulis menyajikan bahwa Hukum ketenagakerjaan di Indonesia adalah hukum yang dapat berkembang secara dinamis dan berwawasan luas. Bayak perusahaan baik local maupun asing kiranya dapat mempelajari hukum ketenagakerjaan dengan baik. Disamping itu banyak perselisihan yang terjadi antara karyawan dan perusahaan dapat di minimalisir dalam hal terjadinya sengketa mengenai perselisihan – perselisihan yang terjadi.

Penulis menyampaikan bahwa sebagai salah satu yang sangat memperhatikan hukum ketenagakerjaan itu secara langsung dapat melihat bahwa setiap kepentingan pasti berbeda – beda antara satu dengan yang lainnya. Kiranya apa yang dapat penulis berikan dapat membantu perusahaan dan penegak hukum untuk memahami setiap fenomena ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia.

Matroji Dian Swara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar